H A L A D A
B
I. SASARAN DAN PENGERTIAN ADAB.
Masalah adab adalah hal yang
amat penting sekali harus diperhatikan. Baik adab lahir terutama adab batin.
Keduanya saling isi-mengisi. Adab lahir menyuburkan tumbuhnya adab batin dan
adab batin menjadi jiwanya adab lahir. Adab kepada Allah ta’ala, adab kepada
Rasulullah SAW, adab kepada Ghoutsu Hadzaz Zaman wa A’waanihi wa Saairi Auliyyaaillahi
Rodliallahu Ta’ala ‘anhum, kepada para ulama dan shoolihiin, kepada guru,
kepada murid, kepada orang tua dan kepada anak cucu, kepada pemimpin dan kepada
yang dipimpin, kepada pemerintah dan kepada rakyat, kepada bangsa dan negara,
kepada agama, kepada ilmu, kepada keluarga, kepada kawan dan kenalan, kepada
mukminin mukminat, muslimin muslimat dan adab kepada masyarakat pada umumnya.
Bahkan kepada apa dan siapa saja yang ada hubungan hak dengan kita, baik hak
materiil maupun hak moril. Pokoknya kepada segala makhluq. Bahkan yang
berhubungan dengan pribadi sendiri seperti makan, minum, tidur, bekerja,
istirahat, mandi bahkan buang air sekalipun dan sebagainya, semuanya itu harus
menggunakan adab yang sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya !. Tuntunan
Rasulullah SAW,lengkap memberikan tuntunan adab-adab pada setiap langkah dan
tingkah laku manusia.
Begitu pentingnya masalah adab
dikatakan:
مُرَاعَةُ الْأَدَبِ مُقَدَّمٌ عَلَى
امْتِثَالِ الْأَوَامِرِ
Artinya : “Memelihara adab
harus diutamakan dan pada (sebelum) melaksanakan bermacam-macam perintah”.
Ini logis dan wajar, sebab
pekerjaan yang dikerjakan tanpa menggunakan adab bisa menyebabkan pekerjaan itu
atau bisa menimbulkan side effect (akibat sampingan) yang buruk dan merugikan.
Adapun defenisi adab menurut
pandangan para ahli haqiqot sebagai berikut:
وَهُوَ عَلَى أَهْلِ
الْحَقِيْقَةِ اجْتِمَاعُ خِصَالِ الْخَيْرِ وَهُوَ عَلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ؛
أَدَبُ الْعَامِّ وَهُوَ تَرْكُ مَا لَايَعْنِى وَإِنْ كَانَ صَادِقًا وَأَدَبُ
الْخَاصِّ وَهُوَ أَنْ يَعْرِفَ الْخَيْرَ فَيُحِثَّ نَفْسَهُ وَيَعْرِفُ الشَّرَّ
فَيَخْرُجُهَا عَنْهُ وَأَدَبُ الْأَخَصِّ وَهُوَ الْمَعْرِفَةُ فِى النِّعَمِ
وَالْمُنْعِمِ .
Artinya : “Adab menurut ahli
haqiqot adalah terpadunya budi pekerti, tingkah lahir dan sikap batin yang
baik. Dan adab itu terbagi menjadi tiga bagian: Pertama adabnya orang AM (orang
umum) yaitu meninggalkan hal-hal (urusan-urusan) yang tiada gunanya walaupun
benar, kedua adabnya orang KHOS (orang tertentu) yaitu dia mengetahui perkara
yang baik kemudian dia membangkitkan jiwanya (untuk menjalaninya) dan
mengetahui yang buruk kemudian menjauhinya, ketiga adabnya AKHOSH (orang yang
lebih tertentu) yaitu menyadari terhadap nikmat-nikmat dan pemberi-Nya”.
Jadi lahir dan batin harus
sama, harus serasi. Penilaian adab tidak cukup hanya melihat lahirnya saja.
Sebab mungkin adab lahir baik, tetapi sikap batin justru sebaliknya. Batinnya
ada maksud-maksud tertentu. Ada udang dibalik batu. Sikap lahir yang kelihatan
baik itu hanya sebagai alat atau kedok hanya sebagai taktik untuk menghasilkan
sesuatu interest (kepentingan).
II. DASAR DAN MANFA’AT ADAB.
Orang menjadi mulia jika
adabnya baik dan menjadi hina jika adabnya tidak baik. Orang diangkat
derajatnya oleh Allah Ta’ala sebab adabnya baik, dan dilorot derajatnya sebab
buruk adabnya. Junjungan kita Kanjeng Nabi besar Muhammad SAW, menempati maqom
paling tinggi dan paling mulia, sebab adab dan akhlaqnya yang terkenal luhur
itu. Allah SWT memberikan pujian,
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (القلم
: ٤)
Artinya kurang lebih: “Dan
sesungguhnya Engkau (Muhammad SAW) benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
(QS. [68] Al-Qolam : 4).
Dan justru Kanjeng Nabi SAW,
diutus adalah untuk mendidik dan membimbing manusia mempunyai akhlaaqul -
kariimah - budi pekerti luhur.
قَالَ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِمَّ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ (رواه
أحمد والبيهقى والحاكمعن أبى هريرة؛ صحيح)
Artinya : “Sesungguhnya Aku
diutus (adalah justru) untuk menyempurnakan akhlaq yang luhur”. (Riwayat Ahmad dun Baihaqi dan
Hakim dan Abi Huroiroh rodiyalluhu ‘anh. Hadits Sholeh)
Contoh karena adab yang tidak
baik menjadi sebab dilorot derajatnya atau dipecat dan kedudukannya yaitu
iblis. Iblis asal mulanya berada didalam kelompoknya malaikat dan pernah
menjabat pimpinan dikalangan malaikat. Nama aslinya “Azaazil” dan selama 80
ribu tahun terus menerus menjalankan tugasnya ta’at kepada Allah SWT, tiada
henti-hentinya. Akan tetapi karena suu-ul adab tidak mau melaksanakan perintah
Allah untuk sujud menghormat kepada Nabi Adam ‘ala Nabiyyinaa wa ‘alaihish
sholatu wassalaam dan bahkan malah takabbur dengan mengatakan :
أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ
“ANAA KHOIRUM - MINHU” (Aku lebih baik dun pada
Adam), maka ia dilorot pangkatnya dan dipecat dan kedudukannya sebagai pimpinan
malaikat menjadi Iblis laknat yang tercela dan tercekam itu. Dikatakan bahwa
adanya Allah Ta’ala memerintah kan para malaikat supaya sujud menghormat
Kanjeng Nabi Adam ‘ala Nabiyyinaa wa ‘alaihish - sholaatu wassalaam itu justru
untuk menghormat “NUR MUHAMMAD SAW” , yang ditempatkan di dalam jasad Kanjeng
Nabi Adam ‘alaihis salaam.
Didalam hikayah mi’roj,
diceriterakan ada suatu kejadian dimana ada seorang malaikat yang sedang tekun
menjalankan tho’at kepada Allah. Karena tekunnya sehingga tidak sempat
memberikan penghormatan kepada Rasulullah SAW, ketika mi’roj. Spontan malaikat
tersebut dilemparkan kelautan lumpur sehingga sayapnya terlepas dan hancur.
Baru tertolong setelah diketahui oleh malaikat Jibril dan disuruh membaca
shalawat kepada Kanjeng Nabi SAW, sebagai tebusan dosanya. Begitu gawatnya soal
adab apabila tidak diperhatikan. Lebih-lebih terhadap Rasulullah SAW, yang
kekasih Allah SWT, nomor satu sekaligus Sayyidul-Anbiya wa Mursalin
‘alaihimus-Sholatu wassalaam bahkan Sayyidul - Kholqi ajma’iin.
III. ADAB KEPADA RASUULILLAH SHOLALLOOHU ‘ALAIHI WASSALAM:
قَالَ الْقَاضِى
عِيَاضٌ فِى كِتَابِ الشِّفَا فِى حُقُوْقِ الْمُصْطَفَى : وَاعْلَمْ أَنَّ
حُرْمَةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ مَوْتِهِ
وَتَوْقِيْرِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لَازِمٌ كَمَا كَانَ حَالَ حَيَاتِهِ لِأَنَّهُ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقِيْقَتُهُ لَمْ يَمُتْ كَمَا قَالَ تَعَالَى
فِى سُوْرَةِ آلِ عِمْرَانَ 169 : وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِى
سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَآءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ .
Artinya : Qodli’yadl berkata dalam
kitabnya As- Syifan Fi Huquqil Musthofa: “Ketahuilah sesungguhnya memulyakan
dan mengagungkan Nabi SAW, setelah wafatnya adalah harus dilaksanakan
sebagaimana pada waktu beliau masih hidup, karena dalam haqiqotnya beliau
Rasulullah SAW tiada meninggal (wafat), sebagaimana firman Allah SWT dalam
surat Au Imron ayat 169 yang artinya : “Janganlah engkau mengira bahwa
orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati ; bahkan mereka hidup disisi
Tuhannya dengan mendapat rizki”.
وَشَوَاهِدُ
حَيَاتِهِمْ فِى أَخْبَارٍ كَثِيْرَةٌ مِنْهَا حِكَايَةُ عُمَرَ فِى زَمَانِ
مُعَاوِيَّةَ (فى كتاب شرح الصدور فى أحوال الموتى فى القبور ص : 91)
Artinya : “Dan bukti-bukti
yang menujukkan hidup mereka sesudah wafat, disebutkan dalam beberapa khobar,
diantaranya hikayahnya Sayyidina ‘Umar pada masa Mu’awiyah. (diterangkan dalam
kitab (Syarah
As-Shudur fi Ahwaalil mautaa wal - qubuur hal. 91).
وَقَالَ
إِبْرَاهِيْمُ التَّجِيْبِى : وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُؤْمِنٍ مَتَى ذَكَرَهُ أَوْ
ذُكِرَ عِنْدَهُ أَنْ يَخْضَعَ وَيَتَوَقَّرَ وَيَسْكُنَ مِنْ حَرَكَتِهِ
وَيَأْخُذَ فِى هَيْبَتِهِ وَإِجْلَالِهِ بِمَا كَانَ يَأْخُذُ نَفْسَهُ
وَيَتَمٰلَلُهُ فَكَأَنَّهُ عِنْدَهُ وَيَتَأَدَّبُ بِمَا أَدَّبَنَا اللهُ بِهِ
مِنْ تَعْظِيْمِهِ وَتَكْرِيْمِهِ وَخَفْضِ الصَّوْتِ وَنَحْوِهِ. قَالَ تَعَالَى:
وَلَاتَجْهَرُوْا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ، وَلَاتَجْعَلُوا
دُعَآءَ الرَّسُوْلِ بَيْنَكُمْ كَدُعَآءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا، وَلَاتَرْفَعُوْا
أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتَ النَّبِيِّ .
Artinya : Ibrohim At-Tajibiy berkata : “Setiap
orang yang beriman pada waktu menyebut Nabi SAW atau mendengar nama beliau
disebut- diwajibkan menundukkan kepala (khudlu’) memulyakan dan diam (tidak
bergerak) serta berbuat dalam mengagungkan dan memulyakan beliau SAW,
sebagaimana berhadapan langsung dengan beliau SAW, serta membayangkan beliau
SAW, sehingga merasakan seakan-akan dihadapan beliau dan beradab dengan
adab-adab yang telah diajarkan oleh Allah SWT kepada kita terhadap beliau SAW,
seperti mengagungkan, memulyakan, merendahkan suara dan lain sebagainya.
Dan kamu jangan mengeraskan
suara dalam perkataanmu seperti kerasnya suaramu dengan sesamamu, dan kamu
jangan memanggil Rosul seperti memanggilnya sebagian darimu terhadap sesamanya.
Dan kamu jangan mengeraskan suara melebihi suara Nabi SAW”.
KECAMAN:
a. Firman Allah SWT!.
إِنَّ الَّذِيْنَ
يُؤْذُوْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ لَعَنَهُمُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِيْنًا (الأحزاب : 57)
Artinya : “Sesungguhnya
orang-orang mengganggu Allah dan RasulNYA niscaya Allah mengutuk mereka di
dunia dan akhirat dan Allah, menyediakan siksaan yang menghinakan bagi mereka”. (Al - Ahzab: 57).
b. Firman Allah SWT dalam surat A1-Ahzab: 53:
وَمَا
كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللهِ (اَىْ بِنَوْعِ الْأَذَى لَافِى
حَيَاتِهِ وَلَابَعْدَ مَمَاتِهِ) وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ
بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللهِ عَظِيمًا (الأحزاب : ٥٣)
Artinya : “Dan tidak boleh
kamu menyakiti (hati) Rasulullah SAW, yakni dengan macam-macam gangguan, tidak
boleh mengganggu pada masa hidupnya dan sesudah wafatnya. Dan tidak boleh pula
mengawini istri-istrinya sesudah ia wafat untuk selama-lamanya. Sesungguhya
perbuatan itu adalah amanat besar dosanya disisi Allah”. (QS. [33] Al-Ahzab : 53)
c. Dan Abi Hafsh Al Kabir:
عَنْ أَبِى حَفْصٍ
الْكَبِيْرِ مَنْ عَابَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَعْرٍ مِنْ
شَعَرَاتِهِ الْكَرِيْمَةِ فَقَدْ كَفَرَ
Artinya : “Barang siapa
mencaci maki beliau Nabi Muhammad SAW sebesar rambut dan sebagian rambut beliau
yang mulia, sungguh dia jadi kufur”.
d. Al-Qodli ‘Iyadl Rohimakumulloh berkata dalam kitabnya As-Syfaa
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ
سَمْعُوْنَ أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ أَنَّ شَاتِمَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَالْمُنْتَقِصُ لَهُ كَافِرٌ مُرْتَدٌ وَالْوَعِيْدُ جَارٍ عَلَيْهِ
بِعَذَابِ اللهِ لَهُ وَحُكْمُهُ عِنْدَ الْأُمَّةِ الْقَتْلُ وَمَنْ شَكَّ فِى
كُفْرِهِ وَعَذَابِهِ كَفَرَ
Artinya : “Muhammad bin
Samn’un berkata : “Bahwasannya orang yang mencaci (mengolok-olok) beliau Nabi
SAW, dan mengurang-ngurangi kemulyaan beliau, dia jadi kafir dan murtad, dan
dia mendapat ancaman siksaan Allah SWT, dan hukumnya menurut para ulama boleh
dibunuh. Barang siapa yang ragu-ragu akan kekufurannya dan siksaan baginya,
maka dia juga menjadi kufur”.
e. Dalam kitab Al-Bahjatus Saniyyah ‘ala Thoriqotin Nafsaniyyah
مَنْ تَرَكَ الْأَدَبَ رُدَّ إِلَى مَا
يَبْدَأُ مِنْهُ
Artinya : “Barang siapa
meninggalkan adab, maka dia akan ditolak (dikembalikan) ke asal mulanya”.
IV. ADAB KEPADA GURU MURSYID.
“Dalam bidang menuju wushul
ma’rifat kepada Allah SWT, atau dalam perjuangan Fafirruu Ilallah wa Rasulihi
SAW, bidang adab penting sekali harus diperhatikan !. Adab kepada Allah wa
Rasuulihi SAW dan adab kepada Guru Mursyid dan menuntun dan membimbingnya.
Dikatakan oleh Syekh Dliyaaud - dim:
عُقُوْقُ الْأُسْتَاذِيْنَ لَاتَوْبَةَ
لَهُ (ابن عباد أول / جامع الأصول : 107)
Artinya : “Melukai atau
menyinggung Guru itu tidak ada tobatnya”. (Ibnu ‘Ibaad / Jaami’ul Ushul : 107).
Artinya, jika tidak mendapat
uluran maaf dan restu dari Guru, akan mengalami akibat yang fatal (jawa :
kesiku ) oleh Guru. Maka dari itu sekali lagi kita harus sungguh-sungguh
berhati-hati memelihara adab terhadap Guru Mursyid yang menuntun kita sadar
kepada Allah wa Rasuulihi SAW. Terutama adab batin kita!.
Selanjutnya Syekh Dliyaauddin
mengatakan:
مَنْ قَالَ لِأُسْتَاذِهِ لِمَ؟ لَمْ
يُفْلِحْ (جامع الأصول : 107)
Artinya : “Barang siapa
berkata terhadap Gurunya “mengapa”, maka tidak akan mencapai sukses”. (Jaami’ul Ushul : 107).
Sekalipun kata-kata “mengapa”
itu hanya dalam angan-angan. Kata “mengapa” yang mengandung arti menentang atau
tidak setuju dengan petunjuk atau kebijaksanaan Guru. Akan tetapi apabila kata
“mengapa” itu betul-betul untuk “liyath - mainnal qolbi”, untuk lebih
memantabkan hati, Insya Allah lain persoalannya. Wallahu A’lamu!.
Betapa pentingnya adab dalam perjalanan
wushul sadar ma’rifat kepada Allah wa Rasulihi SAW, dikatakan oleh Abu Ali -
ar-Roudzabari di dalam kitab Majaalisus Saniyyah hal. 58:
الْمَرْءُ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ
بِعَمَلِهِ وَيَصِلُ إِلَى اللهِ بِأَدَبِهِ (المجالس السنية : 58)
Artinya : “Seseorang dapat
masuk surga sebab amalnya, dan berhasil wusul ma’rifat kepada Allah sebab
adabnya”.
Dan di dalam kitab Jami’ul
Ushul hal. 176 dikatakan:
الْعَبْدُ يَصِلُ بِأَدَبِهِ إِلَى
رَبِّهِ وَبِطَاعَتِهِ إِلَى الْجَنَّةِ (جامع الأصول : 17)
Artinya : “Seseorang hamba
dapat sampai (wusul) kepada Tuhannya sebab adab-adabnya, dan dapat masuk surga
sebab tho’atnya”.
Itu diambil dan segi
syari’atnya. Adapun dan segi haqiqotnya adalah seperti yang dikatakan oleh
Muallif Shalawat Wahidiyah:
لَايَصِلُ إِلَى اللهِ إِلَّا بِاللهِ
Artinya : “Tidak dapat wusul
kepada Allah melainkan BILLAH atas titah dan kehendak Allah”.
Begitu juga mafhum
muwafaqohnya bisa diteruskan:
لَايَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا بِاللهِ
Artinya : “Tidak bisa masuk
surga melainkan BILLAH”.
Dan seterusnya, jadi pandangan
kita harus lengkap. pandangan syari’at dan pandangan haqiqot!.
Apabila adab kepada Allah wa
Rasulihi SAW baik, adab lahir baik, ada batin juga baik, maka adab kepada
lain-lain pasti juga baik. Sebaliknya jika adab kepada Allah wa Rasulihi SAW
tidak atau kurang baik, maka mustahil adab kepada lain-lain bisa baik. Kalau
toh kelihatan pada lahirnya seperti baik tampangnya saja, tetap sesungguhnya
sudah dikotori oleh maksud-maksud dan kepentingan-kepentingan tertentu.
Mudahnya tidak ikhlas. Ada udang dibalik batu. Pokoknya kalau tidak LILLAH
BILLAH pasti masih kotor, tidak murni, ada pamrih dan maksud tertentu.
Sekalipun kelihatan ramah tamah ( grapyak / blater - Jawa ) kalau tidak LILLAH
BILAH tidak terhitung beradab yang sebenarnya. Secara ijmaal ( globlal ) dapat
dikatakan bahwa adab itu tidak lain adalah pelaksanaan dan ajaran Wahidiyah:
YUKTI KULLADZI HAQQIN HAQQOH
Yakni memberikan haknya pihak
lain yang mempunyai hak, atau melaksanakan kewajiban terhadap pihak lain yang
mempunyai hak. Jika ditafsiil, diperinci, adab kepada Allah itu tercakup di
dalam prinsip “LILLAH BILLAH”, adab kepada Rasulullah SAW tercakup di dalam
prinsip “LIRROSUL BIRROSUL” dan adab kepada Ghoutsu Hadzaz Zaman RA tercakup di
dalam prinsip “LILGHOUTS BILGOUTS”.
V. ADAB KEPADA MANUSIA DAN SESAMA HIDUP
Adapun adab kepada manusia dan
kepada sesama hidup dan sesama makhluk pada umumnya banyak sekali macamnya. Terkandung
kepada bentuk dan macamnya hubungan. Misalnya seperti tawadlu’, ramah tamah,
sopan santun, saling hormat menghormati, suka menolong, jujur dan dapat
dipercaya, kasih sayang, hunsudhon (berbaik sangka) berterima kasih dan
sebagainya yang kesemuanya itu akan terwujud sebagai buah dan pada adab yang
baik kepada Allah wa Rasulihi SAW.
VI. ADAB KEPADA ALLAH SWT.
Akan kita bahas secara singkat
bagaimana seharusnya praktek hati kita melaksanakan adab kepada Allah SWT
seperti syukur, ikhlas, sabar, ridlo, tawakkal, mahabbah dan husnudhon. Sebab
ini termasuk yang paling penting sekali yang akan mempengaruhi adab-adab
lainnya, dan yang menjadi kompasnya, bahagia dan sengsara, mulya atau hina.
Mari ilmiyah yang sudah kita miliki terus kita terapkan di dalam hati terutama
LILLAH BILLAH, LIRROSUL BIRROSUL, LILGHOUTS BILGHOUTS.Disamping itu mari terus
kita tingkatkan di dalam kita mawas diri - koreksi pada pribadi kita
masing-masing. Mari senantiasa kita merasa bahwa kita sangat membutuhkan sekali
maghfiroh, taufiq, hidayah dan ‘inayah dari Allah SWT dan seterusnya.--------
AL FAATIHAH ...... 1 x
No comments:
Post a Comment