Monday, June 30, 2014

Adab



H A L   A D A B

I.  SASARAN DAN PENGERTIAN ADAB.
Masalah adab adalah hal yang amat penting sekali harus diperhatikan. Baik adab lahir terutama adab batin. Keduanya saling isi-mengisi. Adab lahir menyuburkan tumbuhnya adab batin dan adab batin menjadi jiwanya adab lahir. Adab kepada Allah ta’ala, adab kepada Rasulullah SAW, adab kepada Ghoutsu Hadzaz Zaman wa A’waanihi wa Saairi Auliyyaaillahi Rodliallahu Ta’ala ‘anhum, kepada para ulama dan shoolihiin, kepada guru, kepada murid, kepada orang tua dan kepada anak cucu, kepada pemimpin dan kepada yang dipimpin, kepada pemerintah dan kepada rakyat, kepada bangsa dan negara, kepada agama, kepada ilmu, kepada keluarga, kepada kawan dan kenalan, kepada mukminin mukminat, muslimin muslimat dan adab kepada masyarakat pada umumnya. Bahkan kepada apa dan siapa saja yang ada hubungan hak dengan kita, baik hak materiil maupun hak moril. Pokoknya kepada segala makhluq. Bahkan yang berhubungan dengan pribadi sendiri seperti makan, minum, tidur, bekerja, istirahat, mandi bahkan buang air sekalipun dan sebagainya, semuanya itu harus menggunakan adab yang sebaik-baiknya dan setepat-tepatnya !. Tuntunan Rasulullah SAW,lengkap memberikan tuntunan adab-adab pada setiap langkah dan tingkah laku manusia.
Begitu pentingnya masalah adab dikatakan:
مُرَاعَةُ الْأَدَبِ مُقَدَّمٌ عَلَى امْتِثَالِ الْأَوَامِرِ
Artinya : “Memelihara adab harus diutamakan dan pada (sebelum) melaksanakan bermacam-macam perintah”.
Ini logis dan wajar, sebab pekerjaan yang dikerjakan tanpa menggunakan adab bisa menyebabkan pekerjaan itu atau bisa menimbulkan side effect (akibat sampingan) yang buruk dan merugikan.
Adapun defenisi adab menurut pandangan para ahli haqiqot sebagai berikut:
وَهُوَ عَلَى أَهْلِ الْحَقِيْقَةِ اجْتِمَاعُ خِصَالِ الْخَيْرِ وَهُوَ عَلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ؛ أَدَبُ الْعَامِّ وَهُوَ تَرْكُ مَا لَايَعْنِى وَإِنْ كَانَ صَادِقًا وَأَدَبُ الْخَاصِّ وَهُوَ أَنْ يَعْرِفَ الْخَيْرَ فَيُحِثَّ نَفْسَهُ وَيَعْرِفُ الشَّرَّ فَيَخْرُجُهَا عَنْهُ وَأَدَبُ الْأَخَصِّ وَهُوَ الْمَعْرِفَةُ فِى النِّعَمِ وَالْمُنْعِمِ .
Artinya : “Adab menurut ahli haqiqot adalah terpadunya budi pekerti, tingkah lahir dan sikap batin yang baik. Dan adab itu terbagi menjadi tiga bagian: Pertama adabnya orang AM (orang umum) yaitu meninggalkan hal-hal (urusan-urusan) yang tiada gunanya walaupun benar, kedua adabnya orang KHOS (orang tertentu) yaitu dia mengetahui perkara yang baik kemudian dia membangkitkan jiwanya (untuk menjalaninya) dan mengetahui yang buruk kemudian menjauhinya, ketiga adabnya AKHOSH (orang yang lebih tertentu) yaitu menyadari terhadap nikmat-nikmat dan pemberi-Nya”.
Jadi lahir dan batin harus sama, harus serasi. Penilaian adab tidak cukup hanya melihat lahirnya saja. Sebab mungkin adab lahir baik, tetapi sikap batin justru sebaliknya. Batinnya ada maksud-maksud tertentu. Ada udang dibalik batu. Sikap lahir yang kelihatan baik itu hanya sebagai alat atau kedok hanya sebagai taktik untuk menghasilkan sesuatu interest (kepentingan).

II. DASAR DAN MANFA’AT ADAB.
Orang menjadi mulia jika adabnya baik dan menjadi hina jika adabnya tidak baik. Orang diangkat derajatnya oleh Allah Ta’ala sebab adabnya baik, dan dilorot derajatnya sebab buruk adabnya. Junjungan kita Kanjeng Nabi besar Muhammad SAW, menempati maqom paling tinggi dan paling mulia, sebab adab dan akhlaqnya yang terkenal luhur itu. Allah SWT memberikan pujian,
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (القلم : ٤)
Artinya kurang lebih: “Dan sesungguhnya Engkau (Muhammad SAW) benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. [68] Al-Qolam : 4).
Dan justru Kanjeng Nabi SAW, diutus adalah untuk mendidik dan membimbing manusia mempunyai akhlaaqul - kariimah - budi pekerti luhur.
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِمَّ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ (رواه أحمد والبيهقى والحاكمعن أبى هريرة؛ صحيح)
Artinya : “Sesungguhnya Aku diutus (adalah justru) untuk menyempurnakan akhlaq yang luhur”. (Riwayat Ahmad dun Baihaqi dan Hakim dan Abi Huroiroh rodiyalluhu ‘anh. Hadits Sholeh)
Contoh karena adab yang tidak baik menjadi sebab dilorot derajatnya atau dipecat dan kedudukannya yaitu iblis. Iblis asal mulanya berada didalam kelompoknya malaikat dan pernah menjabat pimpinan dikalangan malaikat. Nama aslinya “Azaazil” dan selama 80 ribu tahun terus menerus menjalankan tugasnya ta’at kepada Allah SWT, tiada henti-hentinya. Akan tetapi karena suu-ul adab tidak mau melaksanakan perintah Allah untuk sujud menghormat kepada Nabi Adam ‘ala Nabiyyinaa wa ‘alaihish sholatu wassalaam dan bahkan malah takabbur dengan mengatakan :
أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ
“ANAA KHOIRUM - MINHU” (Aku lebih baik dun pada Adam), maka ia dilorot pangkatnya dan dipecat dan kedudukannya sebagai pimpinan malaikat menjadi Iblis laknat yang tercela dan tercekam itu. Dikatakan bahwa adanya Allah Ta’ala memerintah kan para malaikat supaya sujud menghormat Kanjeng Nabi Adam ‘ala Nabiyyinaa wa ‘alaihish - sholaatu wassalaam itu justru untuk menghormat “NUR MUHAMMAD SAW” , yang ditempatkan di dalam jasad Kanjeng Nabi Adam ‘alaihis salaam.
Didalam hikayah mi’roj, diceriterakan ada suatu kejadian dimana ada seorang malaikat yang sedang tekun menjalankan tho’at kepada Allah. Karena tekunnya sehingga tidak sempat memberikan penghormatan kepada Rasulullah SAW, ketika mi’roj. Spontan malaikat tersebut dilemparkan kelautan lumpur sehingga sayapnya terlepas dan hancur. Baru tertolong setelah diketahui oleh malaikat Jibril dan disuruh membaca shalawat kepada Kanjeng Nabi SAW, sebagai tebusan dosanya. Begitu gawatnya soal adab apabila tidak diperhatikan. Lebih-lebih terhadap Rasulullah SAW, yang kekasih Allah SWT, nomor satu sekaligus Sayyidul-Anbiya wa Mursalin ‘alaihimus-Sholatu wassalaam bahkan Sayyidul - Kholqi ajma’iin.

III.  ADAB KEPADA RASUULILLAH SHOLALLOOHU ‘ALAIHI WASSALAM:
قَالَ الْقَاضِى عِيَاضٌ فِى كِتَابِ الشِّفَا فِى حُقُوْقِ الْمُصْطَفَى : وَاعْلَمْ أَنَّ حُرْمَةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ مَوْتِهِ وَتَوْقِيْرِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لَازِمٌ كَمَا كَانَ حَالَ حَيَاتِهِ لِأَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقِيْقَتُهُ لَمْ يَمُتْ كَمَا قَالَ تَعَالَى فِى سُوْرَةِ آلِ عِمْرَانَ 169 : وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِى سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَآءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ .
Artinya : Qodli’yadl berkata dalam kitabnya As- Syifan Fi Huquqil Musthofa: “Ketahuilah sesungguhnya memulyakan dan mengagungkan Nabi SAW, setelah wafatnya adalah harus dilaksanakan sebagaimana pada waktu beliau masih hidup, karena dalam haqiqotnya beliau Rasulullah SAW tiada meninggal (wafat), sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Au Imron ayat 169 yang artinya : “Janganlah engkau mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati ; bahkan mereka hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rizki”.
وَشَوَاهِدُ حَيَاتِهِمْ فِى أَخْبَارٍ كَثِيْرَةٌ مِنْهَا حِكَايَةُ عُمَرَ فِى زَمَانِ مُعَاوِيَّةَ (فى كتاب شرح الصدور فى أحوال الموتى فى القبور ص : 91)
Artinya : “Dan bukti-bukti yang menujukkan hidup mereka sesudah wafat, disebutkan dalam beberapa khobar, diantaranya hikayahnya Sayyidina ‘Umar pada masa Mu’awiyah. (diterangkan dalam kitab (Syarah As-Shudur fi Ahwaalil mautaa wal - qubuur hal. 91).
وَقَالَ إِبْرَاهِيْمُ التَّجِيْبِى : وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُؤْمِنٍ مَتَى ذَكَرَهُ أَوْ ذُكِرَ عِنْدَهُ أَنْ يَخْضَعَ وَيَتَوَقَّرَ وَيَسْكُنَ مِنْ حَرَكَتِهِ وَيَأْخُذَ فِى هَيْبَتِهِ وَإِجْلَالِهِ بِمَا كَانَ يَأْخُذُ نَفْسَهُ وَيَتَمٰلَلُهُ فَكَأَنَّهُ عِنْدَهُ وَيَتَأَدَّبُ بِمَا أَدَّبَنَا اللهُ بِهِ مِنْ تَعْظِيْمِهِ وَتَكْرِيْمِهِ وَخَفْضِ الصَّوْتِ وَنَحْوِهِ. قَالَ تَعَالَى: وَلَاتَجْهَرُوْا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ، وَلَاتَجْعَلُوا دُعَآءَ الرَّسُوْلِ بَيْنَكُمْ كَدُعَآءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا، وَلَاتَرْفَعُوْا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتَ النَّبِيِّ .
Artinya : Ibrohim At-Tajibiy berkata : “Setiap orang yang beriman pada waktu menyebut Nabi SAW atau mendengar nama beliau disebut- diwajibkan menundukkan kepala (khudlu’) memulyakan dan diam (tidak bergerak) serta berbuat dalam mengagungkan dan memulyakan beliau SAW, sebagaimana berhadapan langsung dengan beliau SAW, serta membayangkan beliau SAW, sehingga merasakan seakan-akan dihadapan beliau dan beradab dengan adab-adab yang telah diajarkan oleh Allah SWT kepada kita terhadap beliau SAW, seperti mengagungkan, memulyakan, merendahkan suara dan lain sebagainya.
Dan kamu jangan mengeraskan suara dalam perkataanmu seperti kerasnya suaramu dengan sesamamu, dan kamu jangan memanggil Rosul seperti memanggilnya sebagian darimu terhadap sesamanya. Dan kamu jangan mengeraskan suara melebihi suara Nabi SAW”.

KECAMAN:
a.  Firman Allah SWT!.
إِنَّ الَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ لَعَنَهُمُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِيْنًا (الأحزاب : 57)
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mengganggu Allah dan RasulNYA niscaya Allah mengutuk mereka di dunia dan akhirat dan Allah, menyediakan siksaan yang menghinakan bagi mereka”. (Al - Ahzab: 57).
b.  Firman Allah SWT dalam surat A1-Ahzab: 53:
وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللهِ (اَىْ بِنَوْعِ الْأَذَى لَافِى حَيَاتِهِ وَلَابَعْدَ مَمَاتِهِ) وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللهِ عَظِيمًا (الأحزاب : ٥٣)
Artinya : “Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah SAW, yakni dengan macam-macam gangguan, tidak boleh mengganggu pada masa hidupnya dan sesudah wafatnya. Dan tidak boleh pula mengawini istri-istrinya sesudah ia wafat untuk selama-lamanya. Sesungguhya perbuatan itu adalah amanat besar dosanya disisi Allah”. (QS. [33] Al-Ahzab : 53)
c.  Dan Abi Hafsh Al Kabir:
عَنْ أَبِى حَفْصٍ الْكَبِيْرِ مَنْ عَابَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَعْرٍ مِنْ شَعَرَاتِهِ الْكَرِيْمَةِ فَقَدْ كَفَرَ
Artinya : “Barang siapa mencaci maki beliau Nabi Muhammad SAW sebesar rambut dan sebagian rambut beliau yang mulia, sungguh dia jadi kufur”.
d. Al-Qodli ‘Iyadl Rohimakumulloh berkata dalam kitabnya As-Syfaa
قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ سَمْعُوْنَ أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ أَنَّ شَاتِمَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُنْتَقِصُ لَهُ كَافِرٌ مُرْتَدٌ وَالْوَعِيْدُ جَارٍ عَلَيْهِ بِعَذَابِ اللهِ لَهُ وَحُكْمُهُ عِنْدَ الْأُمَّةِ الْقَتْلُ وَمَنْ شَكَّ فِى كُفْرِهِ وَعَذَابِهِ كَفَرَ
Artinya : “Muhammad bin Samn’un berkata : “Bahwasannya orang yang mencaci (mengolok-olok) beliau Nabi SAW, dan mengurang-ngurangi kemulyaan beliau, dia jadi kafir dan murtad, dan dia mendapat ancaman siksaan Allah SWT, dan hukumnya menurut para ulama boleh dibunuh. Barang siapa yang ragu-ragu akan kekufurannya dan siksaan baginya, maka dia juga menjadi kufur”.
e.  Dalam kitab Al-Bahjatus Saniyyah ‘ala Thoriqotin Nafsaniyyah
مَنْ تَرَكَ الْأَدَبَ رُدَّ إِلَى مَا يَبْدَأُ مِنْهُ
Artinya : “Barang siapa meninggalkan adab, maka dia akan ditolak (dikembalikan) ke asal mulanya”.

IV.  ADAB KEPADA GURU MURSYID.
“Dalam bidang menuju wushul ma’rifat kepada Allah SWT, atau dalam perjuangan Fafirruu Ilallah wa Rasulihi SAW, bidang adab penting sekali harus diperhatikan !. Adab kepada Allah wa Rasuulihi SAW dan adab kepada Guru Mursyid dan menuntun dan membimbingnya. Dikatakan oleh Syekh Dliyaaud - dim:
عُقُوْقُ الْأُسْتَاذِيْنَ لَاتَوْبَةَ لَهُ (ابن عباد أول / جامع الأصول : 107)
Artinya : “Melukai atau menyinggung Guru itu tidak ada tobatnya”. (Ibnu ‘Ibaad / Jaami’ul Ushul : 107).
Artinya, jika tidak mendapat uluran maaf dan restu dari Guru, akan mengalami akibat yang fatal (jawa : kesiku ) oleh Guru. Maka dari itu sekali lagi kita harus sungguh-sungguh berhati-hati memelihara adab terhadap Guru Mursyid yang menuntun kita sadar kepada Allah wa Rasuulihi SAW. Terutama adab batin kita!.
Selanjutnya Syekh Dliyaauddin mengatakan:
مَنْ قَالَ لِأُسْتَاذِهِ لِمَ؟ لَمْ يُفْلِحْ (جامع الأصول : 107)
Artinya : “Barang siapa berkata terhadap Gurunya “mengapa”, maka tidak akan mencapai sukses”. (Jaami’ul Ushul : 107).
Sekalipun kata-kata “mengapa” itu hanya dalam angan-angan. Kata “mengapa” yang mengandung arti menentang atau tidak setuju dengan petunjuk atau kebijaksanaan Guru. Akan tetapi apabila kata “mengapa” itu betul-betul untuk “liyath - mainnal qolbi”, untuk lebih memantabkan hati, Insya Allah lain persoalannya. Wallahu A’lamu!.
Betapa pentingnya adab dalam perjalanan wushul sadar ma’rifat kepada Allah wa Rasulihi SAW, dikatakan oleh Abu Ali - ar-Roudzabari di dalam kitab Majaalisus Saniyyah hal. 58:
الْمَرْءُ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بِعَمَلِهِ وَيَصِلُ إِلَى اللهِ بِأَدَبِهِ (المجالس السنية : 58)
Artinya : “Seseorang dapat masuk surga sebab amalnya, dan berhasil wusul ma’rifat kepada Allah sebab adabnya”.

Dan di dalam kitab Jami’ul Ushul hal. 176 dikatakan:
الْعَبْدُ يَصِلُ بِأَدَبِهِ إِلَى رَبِّهِ وَبِطَاعَتِهِ إِلَى الْجَنَّةِ (جامع الأصول : 17)
Artinya : “Seseorang hamba dapat sampai (wusul) kepada Tuhannya sebab adab-adabnya, dan dapat masuk surga sebab tho’atnya”.
Itu diambil dan segi syari’atnya. Adapun dan segi haqiqotnya adalah seperti yang dikatakan oleh Muallif Shalawat Wahidiyah:
لَايَصِلُ إِلَى اللهِ إِلَّا بِاللهِ
Artinya : “Tidak dapat wusul kepada Allah melainkan BILLAH atas titah dan kehendak Allah”.
Begitu juga mafhum muwafaqohnya bisa diteruskan:
لَايَدْخُلُ الْجَنَّةَ إِلَّا بِاللهِ
Artinya : “Tidak bisa masuk surga melainkan BILLAH”.
Dan seterusnya, jadi pandangan kita harus lengkap. pandangan syari’at dan pandangan haqiqot!.
Apabila adab kepada Allah wa Rasulihi SAW baik, adab lahir baik, ada batin juga baik, maka adab kepada lain-lain pasti juga baik. Sebaliknya jika adab kepada Allah wa Rasulihi SAW tidak atau kurang baik, maka mustahil adab kepada lain-lain bisa baik. Kalau toh kelihatan pada lahirnya seperti baik tampangnya saja, tetap sesungguhnya sudah dikotori oleh maksud-maksud dan kepentingan-kepentingan tertentu. Mudahnya tidak ikhlas. Ada udang dibalik batu. Pokoknya kalau tidak LILLAH BILLAH pasti masih kotor, tidak murni, ada pamrih dan maksud tertentu. Sekalipun kelihatan ramah tamah ( grapyak / blater - Jawa ) kalau tidak LILLAH BILAH tidak terhitung beradab yang sebenarnya. Secara ijmaal ( globlal ) dapat dikatakan bahwa adab itu tidak lain adalah pelaksanaan dan ajaran Wahidiyah:

YUKTI KULLADZI HAQQIN HAQQOH

Yakni memberikan haknya pihak lain yang mempunyai hak, atau melaksanakan kewajiban terhadap pihak lain yang mempunyai hak. Jika ditafsiil, diperinci, adab kepada Allah itu tercakup di dalam prinsip “LILLAH BILLAH”, adab kepada Rasulullah SAW tercakup di dalam prinsip “LIRROSUL BIRROSUL” dan adab kepada Ghoutsu Hadzaz Zaman RA tercakup di dalam prinsip “LILGHOUTS BILGOUTS”.

V. ADAB KEPADA MANUSIA DAN SESAMA HIDUP
Adapun adab kepada manusia dan kepada sesama hidup dan sesama makhluk pada umumnya banyak sekali macamnya. Terkandung kepada bentuk dan macamnya hubungan. Misalnya seperti tawadlu’, ramah tamah, sopan santun, saling hormat menghormati, suka menolong, jujur dan dapat dipercaya, kasih sayang, hunsudhon (berbaik sangka) berterima kasih dan sebagainya yang kesemuanya itu akan terwujud sebagai buah dan pada adab yang baik kepada Allah wa Rasulihi SAW.

VI.  ADAB KEPADA ALLAH SWT.
Akan kita bahas secara singkat bagaimana seharusnya praktek hati kita melaksanakan adab kepada Allah SWT seperti syukur, ikhlas, sabar, ridlo, tawakkal, mahabbah dan husnudhon. Sebab ini termasuk yang paling penting sekali yang akan mempengaruhi adab-adab lainnya, dan yang menjadi kompasnya, bahagia dan sengsara, mulya atau hina. Mari ilmiyah yang sudah kita miliki terus kita terapkan di dalam hati terutama LILLAH BILLAH, LIRROSUL BIRROSUL, LILGHOUTS BILGHOUTS.Disamping itu mari terus kita tingkatkan di dalam kita mawas diri - koreksi pada pribadi kita masing-masing. Mari senantiasa kita merasa bahwa kita sangat membutuhkan sekali maghfiroh, taufiq, hidayah dan ‘inayah dari Allah SWT dan seterusnya.--------
AL FAATIHAH ...... 1 x

No comments:

Post a Comment